Brikolase.com – Kesuksesan besar serial Squid Game ternyata menyimpan kisah pahit bagi penciptanya, Hwang Dong-Hyuk.
Hwang mengungkapkan bahwa ia kembali menggarap musim kedua serial ini bukan semata karena cerita yang ingin ia lanjutkan, melainkan karena kompensasi finansial yang tidak memadai dari kesuksesan musim pertama.
“Meski Squid Game musim pertama menjadi sukses besar secara global, sejujurnya saya tidak menghasilkan banyak uang darinya,” ujar Hwang, dikutip dari laman Screenrant.
Dengan keuntungan hampir $900 juta (sekira Rp 14,6 triliun)yang dihasilkan Netflix dari serial ini, Hwang mengaku mengalami tekanan finansial hingga akhirnya memutuskan kembali untuk musim kedua.
“Menggarap musim kedua akan membantu saya mendapatkan kompensasi yang lebih adil untuk kesuksesan musim pertama,” tambahnya, dikutip dari laman Times Entertainment.
Hwang harus menanggung banyak pengorbanan selama proses produksi Squid Game. Ia bahkan kehilangan delapan hingga sembilan gigi akibat stres dan tekanan. Namun, hal ini tidak menghentikannya untuk menyelesaikan cerita yang telah ia mulai sejak 2009.
Awalnya, Hwang membutuhkan waktu lebih dari satu dekade untuk meyakinkan investor, studio, dan aktor bahwa proyeknya layak dijalankan.
Naskah yang ia tulis sering dianggap terlalu rumit dan “terlalu aneh” oleh berbagai pihak. Bahkan, ia pernah terpaksa menjual laptop seharga $675 (sekira Rp 11 juta) demi bertahan hidup.
Pengalaman pribadinya tumbuh di lingkungan kelas pekerja di distrik Ssangmun-dong, Seoul, menjadi inspirasi utama di balik serial ini.
Ia menyaksikan langsung bagaimana ketidakadilan dan utang menghancurkan kehidupan orang-orang di sekitarnya.
Protagonis Squid Game, Seong Gi-hun, mencerminkan perjuangan hidup Hwang, sementara karakter Cho Sang-woo mewakili tekanan besar yang ia rasakan sebagai lulusan Universitas Nasional Seoul.
Musim Kedua: Kembali Mengusung Isu Ketimpangan Sosial dan Kapitalisme
Musim kedua Squid Game akan kembali mengangkat tema ketimpangan, kapitalisme dan konflik sosial, dengan dinamika permainan baru yang lebih intens.
Pemain akan terbagi menjadi dua faksi, dan setiap akhir permainan, mereka harus memilih untuk melanjutkan atau berhenti. Pihak dengan suara lebih sedikit harus mengikuti suara mayoritas dengan dibayangi permainan yang lebih mematikan.
Bagi Hwang, serial ini bukan hanya tentang permainan bertahan hidup, tetapi juga kritik sosial terhadap masyarakat kapitalis modern.
Dengan elemen permainan yang sederhana dan tantangan yang terinspirasi dari masa kanak-kanak, Hwang ingin para penonton fokus pada drama manusia di baliknya.
“Saya ingin cerita ini mencerminkan perjuangan manusia di kehidupan nyata yang kita semua pernah temui,” kata Hwang, dikutip dari laman Economic Times.
Sejak tayang pada 17 September 2021, Squid Game menjadi fenomena global, ditonton selama 1,65 miliar jam dalam empat minggu pertama dan menduduki peringkat #1 di 94 negara.
Dengan biaya produksi hanya $21,4 juta (sekira Rp 348 miliar), serial ini menghasilkan keuntungan besar bagi Netflix dan membuka diskusi global tentang ketimpangan spsial dan perjuangan hidup.
Namun, kisah Hwang Dong-Hyuk mengingatkan dunia akan perjuangan para kreator di era streaming. Meskipun platform seperti Netflix meraup miliaran dolar, pencipta sering kali hanya menerima bayaran tetap tanpa royalti yang adil. Pengalaman Hwang menjadi cerminan dari tantangan yang dihadapi banyak kreator di industri ini.
Dengan musim kedua yang sedang diproduksi, Hwang berharap kisah Squid Game dapat terus menyuarakan kritik sosial yang relevan, sekaligus memberikan kompensasi yang layak atas kerja kerasnya selama ini.***
Bacaan terkait

Pemred Media Brikolase
Editor in chief
Email:
yongky@brikolase.com / yongky.g.prasisko@gmail.com