Saiful Rahman bukanlah seorang penjahit besar yang punya banyak pekerja dan tempat kerja yang luas. Ia hanyalah seorang penjahit sederhana yang merintis usahanya dengan nama Masa Tailor, di bilangan Jl. PB. Soedirman, Gang Bangil, Bondowoso. Saiful memulai profesinya sebagai penjahit di tahun 1976 dan mulai dikenal pada tahun 1980. Sebagai orang yang bekerja di bidang busana, Saiful turut menyukai karya-karya perancang busana Itang Yunasz. Pria bernama asli Yusjirwan Yunasz ini merupakan desainer kenamaan Indonesia yang memulai karirnya di bidang gaya busana (fashion) di tahun 1981. Itang Yunasz telah memiliki empat label koleksi busana antara lain Itang Yunasz Premium, Kamilaa, Allea, dan Preview. “Tahun 1980 saya sudah ‘nembak-nembak’ rancangannya Itang Yunasz. Dia seumuran saya. Idolanya anak-anak sini dulu,” tutur Saiful.
Saiful masih mengingat bahwa dirinya dulu pernah mendapat pesanan menjahit busana untuk keperluan produksi film. Waktu itu ada tiga orang datang kepadanya, satu orang perempuan dari luar negeri dan dua orang Indonesia. Saiful langsung menyanggupi pesanan tersebut. Film yang diproduksi tersebut bertajuk Victory yang sedang melakukan pengambilan gambar dan adegan di Situbondo, Jawa Timur.
Film Victory pertama kali dirilis pada 13 Desember 1996 di Polandia yang diproduksi secara gabungan oleh British Screen Productions, Canal+, Extrafilm, Recorded Picture Company (RPC), Studio Babelsberg, Telescope Films, dan Union Générale Cinématographique (UGC). Film berdurasi 99 menit ini mengambil gambar di tiga lokasi yakni Indonesia, Malaysia, dan Jerman. Cerita film ini diadaptasi dari novel Joseph Conrad bertajuk Victory: An Island Tale dengan sutradara Mark Peploe.
Secara garis besar, film Victory menceritakan tokoh dari Eropa Axel Heyst (diperankan oleh Willem Dafoe) yang bekerja di sebuah perusahaan tambang batubara. Perusahaan itu kemudian bangkrut namun Heyst tetap tinggal di tempat tambang yang terbengkalai, tepatnya di pulau Samburan. Ia tinggal bersama pelayannya dari Cina, yakni Wang (diperankan oleh Ho Li). Heyst kemudian mengunjungi pulau Jawa, tepatnya di Surabaya, di mana ia bertemu dengan Alma (diperankan oleh Irène Jacob).
Alma adalah salah seorang pemain orkestra perempuan di sebuah hotel milik Mr. Schomberg. Alma kerap dianiaya oleh pemimpin band orkestra dan akan dijual ke Mr. Schomberg. Alma kemudian minta tolong kepada Heyst untuk menyelamatkannya. Singkat cerita, Heyst berhasil membawa Alma kabur dari Surabaya ke tempatnya di pulau Samburan. Mereka kemudian menjadi sepasang kekasih. Akibat ulah Heyst, Mr. Schomberg geram dan mengirim tiga bandit untuk memburu mereka. Para bandit tersebut berhasil menemukan tempat persembunyian mereka dan akhirnya membunuh Alma. Wang kemudian menembak bandit pembunuh Alma.
Merasa sangat kehilangan Alma, Heyst kemudian membakar rumah tempat tinggalnya, pergi dari pulau Samburan dan hidup menggelandang dari pelabuhan ke pelabuhan. Heyst berhasil membawa Alma pergi namun tak mampu menyelamatkan nyawanya. Sedangkan Alma telah menyelamatkan jiwa Heyst dengan mengajarkannya bagaimana mencintai seseorang. Itulah makna kemenangan (victory) baginya.
Memilih Penjahit Bondowoso
Surabaya merupakan salah satu lokasi yang menjadi latar tempat dalam adegan film Victory. Tim produksi film awalnya akan melakukan pengambilan gambar di Surabaya, khususnya di pelabuhan Tanjung Perak. Namun saat itu, pelabuhan Tanjung Perak sudah terlalu modern dan susah untuk dirombak menjadi bentuk pelabuhan di masa Hindia-Belanda. “Akhirnya lokasi shooting dipindah ke Panarukan,” tutur Eko Suwargono selaku astrada lokal.
Panarukan merupakan bekas pelabuhan di masa Hindia-Belanda yang sekarang berada di wilayah administratif Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Bekas pelabuhan Panarukan kemudian disulap menjadi pelabuhan Surabaya di masa Hindia-Belanda. Pengambilan gambar dan adegan berlatar tempat di Surabaya kemudian dilakukan di Situbondo.
Pengerjaan produksi film di Situbondo turut memberdayakan orang-orang lokal baik sebagai asisten sutradara, pemeran figuran, pengrajin, penata artistik maupun pembuat kostum, termasuk Saiful Rahman. Dari sekian banyak penjahit lokal, Saiful tidak tahu mengapa dirinya yang dipilih oleh tim produksi film untuk membuat kostum. “Mungkin rekomendasi dari orang setempat Bondowoso sini, mungkin juga orang hotel, atau dari luar ndak tahu,” jawab Saiful.
Saiful menjahitkan baju untuk para pemeran film Victory, termasuk aktor utamanya Willem Dafoe. “Bajunya (yang dipesan) macam-macam seperti baju harian, kusir, rakyat, pejabat, jas tutup, jas kuno, jas biasa, sampai jas pemeran utamanya,” tutur Saiful. Bahan-bahan kostum didatangkan dari Singapura. Saiful mengerjakan pesanan kostum tersebut selama sekitar satu bulan lebih. Setiap seminggu atau dua minggu, mereka dari tim produksi bagian kostum, datang kepada Saiful untuk memberikan macam-macam model kostum yang akan dijahit.
Proses pengukuran baju dilakukan dengan dua cara yakni berdasarkan standar ukuran S, M, dan L serta dilakukan dengan fitting. Untuk proses fitting, para pemeran hadir di Hotel Palm, Bodowoso. “Saya langsung bertemu aktor-aktornya. Waktu ketemu saya ngukur seperti biasa,” ujar Saiful, Kostum yang perlu dilakukan proses fitting antara lain jas tutup. Saiful masih bisa mengingat macam-macam busana yang ia jahit di film Victory, antara lain kostum Willem Dafoe.
Willem Dafoe merupakan aktor kenamaan dari Amerika Serikat yang membintangi beberapa film terkenal seperti The Last Temptation of Christ (1988) dan Spider Man (2002). Dafoe juga pernah dinominasikan menjadi aktor terbaik piala Oscar dalam perannya di film Shadow of the Vampire (2000). Di film Victory, Dafoe memerankan tokoh utama Axel Heyst. Setelah menonton film Victory, Saiful masih ingat dengan potongan rambut Willem Dafoe yang pernah ia temui saat fitting busana. Secara khusus, Saiful mempermak jas Dafoe bagian bahu sebelah kiri.
Selain itu, Saiful mengingat, “Aktor utamanya kalau ndak salah bikin dua, jas tutup sama jas biasa.” Beberapa busana lain yang ia jahit dan masih diingatnya secara spesifik yakni baju harian, batik, lurik baju jawa, jas tutup putih ala Belanda, rompi, baju, dan celana rakyat, jas beberapa tokoh, baju pekerja Cina dan kebaya wanita di pelabuhan. Saiful turut menyebut para pemeran kulit putih sebagai orang Belanda. Mungkin ia melihat mereka mirip dengan orang Belanda.
Tim produksi film Victory bekerja dengan sangat ketat terutama soal waktu. Saiful menyatakan bahwa pihak tim dari film memberinya batas waktu dan harus selesai tepat waktu. Jumlah kostum yang ia kerjakan mencapai ratusan pakaian yang semuanya harus rampung dalam waktu sekitar sebulan. Secara khusus, Saiful diminta untuk membuat pakaian-pakaian dengan pola, model, dan detail kuno. Untuk baju rakyat, bawahan, dan sarung, setelah dijahit tidak langsung dipakai. “Dicuci dulu, dirusak lagi, dibikin kumal (sebelum dipakai main film). Jadi betul-betul baju itu seperti asli lama,” terang Saiful.
Selama menjadi rekan yang bekerja sama dengan tim produksi film Victory, Saiful berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Kerja sama juga terjalin secara profesional laiknya rekan kerja yang setara. “Orang ‘Belanda’nya sangat bersahabat, sangat menjaga chemistry, kerjasamanya bagus sekali, kekeluargaannya juga baik,” tutur Saiful. Setelah selesai, Saiful juga mendapat komentar baik dengan diacungi jempol oleh salah seorang ‘Belanda’ yang menandakan bahwa hasil karyanya diapresiasi dan cukup memuaskan.
___________________________________________________
Pewawancara: Wildan Ariyanto
Penulis: Yongky
Penyunting: Adek Dedees
Bacaan terkait
Alumni ISI Yogyakarta, pegiat fotografi yang bermukim di Bondowoso
Surel: wildtografi97@gmail.com