Peter Carey Belajar Jawa, Pecahkan Masalah Hidup dan Mati Manusia

Brikolase.com – Sejarawan Peter Carey mengungkapkan pengalamannya belajar budaya Jawa selama tinggal di Indonesia. Carey menguraikan bagaimana pengalaman ini mempengaruhi pandangannya tentang kehidupan dan pengetahuan.

Menurutnya, pendidikan di Winchester dan Oxford memberikan banyak pengetahuan intelektual dan pengembangan pribadi. Namun, ia merasa bahwa di Jawa, ia diberikan kesempatan untuk membuka dunia spiritual yang mendalam.

“Apa yang saya dapat dari Jawa adalah kesempatan untuk membuka pintu ke dunia lain,” kata Carey yang merujuk pada eksplorasi aspek-aspek spiritual dan eksistensial dalam hidup, dikutip dari kanal YouTube Bagus Muljadi.

Carey percaya bahwa orang Indonesia, khususnya Jawa, memiliki potensi untuk “mengejutkan dunia” bukan hanya melalui prestasi akademis seperti meraih Nobel, tetapi dengan cara orang-orang di sini bergerak dengan “rasa.”

Baca juga: Hilmar Farid: Kita Jangan Niru Korea, Global Pop Jangan Dilawan

“Kebanyakan orang di sini bergerak dengan rasa. Dan begitu rasa itu dapat dimanfaatkan, banyak orang akan dapat mempelajari cara hidup tertentu. Kesempatan untuk menjadi manusia,” ujar penulis buku Kuasa Ramalan tentang sejarah Pangeran Diponegoro ini.

Bagi Carey, menjadi manusia bukan hanya soal tajam secara intelektual, disiplin, punya segudang pengalaman, tetapi juga perlu mengembangkan diri sebagai subjek spiritual. Carey mengungkap bahwa pengalamannya hidup di Jawa memberinya kesempatan untuk membuka pintu yang sama sekali berbeda dalam hidup.

Carey mengandaikan bahwa jika ia hidup di Inggris, menikah lalu meninggal di sana, hidupnya mungkin akan lebih konvensional, menjadi sejarawan di balik meja, jadi akademisi kursi malas, tapi tidak akan sampai pada tahap spiritual tertentu.

Ia menggambarkan keputusannya untuk datang ke Jawa sebagai sebuah perjalanan yang memungkinkan dirinya untuk merasakan dan mengalami budaya dan cara hidup yang berbeda. Ia menyebut ajaran Buddha yang menyarankan agar seseorang memastikan keyakinannya, tidak hanya 50%, bila tidak ia hanya akan jadi sendok kayu yang tidak tahu rasanya sup.

ALSO READ  Menyambut Bulan Suci Ramadhan dengan Tradisi Nyadran

Carey juga menyoroti pentingnya melepaskan pengetahuan dan sikap intelektual yang mungkin menghalangi pemahaman yang lebih dalam. Ia menggambarkan seperti Santo Yohanes dari Salib yang menekankan bahwa untuk benar-benar memahami hidup, seseorang harus mengalami keseluruhan tanpa menginginkan sesuatu dari keseluruhan itu.

“Bila saya datang ke Jawa dengan segudang senjata intelektual, arogan, mahatahu, saya akan membangun jarak. Anda harus meletakkan itu semua,” ungkapnya.

Belajar Jawa, Carey juga mendapatkan pelajaran tentang urusan besar hidup dan mati. “Itu yang harus dipecahkan. Tak cukup menjadi super pintar, tak cukup menjadi polisti Machiavellian yang super cerdik, Anda akan mati tanpa sampai ke tujuan,” ujarnya.

Carey menganggap bahwa pelajaran yang didapat dari budaya Jawa adalah pemahaman yang mendalam tentang eksistensi manusia dan bagaimana memanfaatkan kehidupan secara penuh. “Apa yang Jawa tawarkan adalah cara memahami hidup yang tidak akan saya dapatkan jika hanya berada dalam zona nyaman intelektual,” ungkapnya.***