Sejarah perkembangan filsafat barat berikut para filsuf tersohornya tidak pernah lepas dari kedekatannya dengan karya- karya sastra, sehingga seperti sebuah ritus yang sangat natural, seolah lebih mudah memahami konsep berpikir njelimet mereka ketika berbicara mengenai sastra.
Hal ini juga dilakukan oleh Deleuze, dalam bukunya Kafka: Toward a Minor Literature. Kecintaan Deleuze pada karya sastra tertuang dalam analisisnya dalam karya-karya sastra Kafka. Seperti sebuah jalan pintas, karya sastra ia gunakan untuk mendaraskan berbagai macam bentuk konsep yang dia telurkan guna dipahami dengan lebih renyah. Karya Kafka dipilih bukan tanpa alasan, sebut saja The Methamorphosis yang menyuguhkan keganjilan. Bagaimana tidak, tokoh utama bernama Gregor di dalam cerita seketika berubah menjadi serangga besar di pagi hari. Kemunculan karya sastra seperti ini tentu saja menimbulkan banyak perdebatan karena kritik sastra pada masa itu mungkin saja bingung dalam memberikan analisis. Jika boleh berandai-berandai mungkin pendekatan yang dilakukan akan lebih pada menentukan ketgorisasi fantastik ala Todorov. Tidak sedikit pula banyak yang menyinggung kritik psikoanalisa Oedipan ala Freudian lebih cocok karena baik Kafka maupun tokoh didalamnya memiliki konflik dengan ayah sehingga karya ini lebih dekat jika disebut sebagai usaha eskapisme atau usaha pelarian diri.
Berbeda dengan kritik yang dibangun pada era modern, Deleuze yang juga lekat dengan Guattari melihat berubahnya Gregor menjadi serangga adalah contoh serta analogi yang pas untuk melihat ulang tokoh Gregor berikut segala peristiwa dalam teks lebih pada keterjebakannya dalam kode familial yang mengekang. Perubahannya menjadi serangga jangan dianggap sebagai eskapisme tapi harus didudukkan sebagai jawaban perlawanan terhadap kode sosial familial yang menindas. Karena ketika dia menjadi serangga, seluruh kode sosial seperti hukum ayah-anak, kakak-adik, ibu-anak, pekerja dan majikan menjadi tidak berjalan dan sulit diterapkan dalam praktik keseharian karena nuansanya terlihat sangat dipaksakan. ‘Dipaksakan’ karena pada narasi awal ada usaha dari keluarga untuk tetap mengikat Gregor dalam kerangka norma keluarga namun akhirnya harus menyerah karena tidak mungkin untuk terus bertahan dalam segitiga familial jika Gregor bukanlah Gregor.
Narasi ini yang dimanfaatkan Deleuze untuk memetakan tradisi berfikirnya dalam perspektif sastra, bahwa karya sastra harusnya mampu menelanjangi struktur objektif masyarakat. Yang disebut objektif sesungguhnya mengekang karena hukum kerja familial dibatinkan dan diiternalisir yang konon sumber kebahagian secara realistis belum tentu bisa selalu berjalan. Artinya pembaca digiring ulang untuk melihat bahwa sebenarnya keluarga terkadang juga bisa mengekang dan bukan melulu sumber kepastian akan rasa bahagia. Kita percaya karena wacana ini terus diproduksi sehingga hierarki yang ada didalamnya seolah dianggap benar, objektif dan selalu menjadi rujukan normatif yang asali. Padahal Gregor pun bisa bahagia tanpa keluarga pada momen momen peristiwa tertentu. Dalam derajat ini perubahan serangga adalah bukti bahwa kode kode sosial harus diurai ulang karena buktinya Gregor pun bisa menemukan keceriaan dalam wujud serangga.
Bagi Deleuze karya sastra minor bukan berarti karya yang marjinal, melainkan penolakan terhadap karya yang representational. Representational dalam hal ini harus dipahami sebagai karya yang merekam kehidupan keseharian yang sejajar dengan realitas sosial yang ada. Artinya karya tersebut hanya merepresentasikan kehidupan keseharian secara biasa dan niscaya. Karya sastra minor muncul karena merepresentasikan cerita dengan dunia pengalaman yang ‘biasa’ dirasa kurang cukup untuk mendobrak struktur objektif masyarakat, karya ini lebih mendekatkan pada pengalaman pembaca untuk digiring pada pandangan yang berjarak atas realitas sosial tapi juga bisa dirasakan kedekatannya dengan realitas keseharian. Pada pembacaaan ini, Deleuze memberikan tiga karakter sastra minor : pertama, deterritorialisasi atau usaha untuk lepas dan mengurai kode sosial sehingga menyuguhkan tawaran baru, kedua hubungan individu dengan kedekatan politik yang artinya individu merupakan jaringan teks politis untuk menggerakkan kesadaran, dan yang terakhir adalah artikulasi atas kumpulan assembling di mana masyarakat terjadi bukan karena niscaya tapi lebih pada adanya kesamaan praktik artikulasi yang diujarkan dalam praktik keseharian. Artinya masyarakat ada karena ada struktur diskursif yang menyatukan dan menyeragamkan.
Maka sebenarnya karya sastra minor adalah karya yang berusaha memberi tawaran untuk keluar atau setidaknya menelanjangi rezim kepastian objektif positivis yang selama ini dibatinkan. Bagaimana caranya? Tentunya dengan mendekodifikasi segala konfigurasi agar tidak menindas dan mencari jalan revolusioner. Setidaknya dalam karya Kafka, bisa dilihat bahwa perubahan Gregor menjadi serangga, diawal cerita, mampu memberikan ilustrasi tokoh yang tidak menangisi perubahannya. Keceriaan dia munculkan dengan mulai merayap di sekeliling rumah dan menemukan kecintaan dalam makan makanan busuk.
Hal ini membuktikan bahwa struktur oedipal/familial tidak selalu menjamin kebahagian tapi justru melindas karena pendasaran kebahagiaan seolah digambarkan terjadi jika hubungan keluarga harmonis. Begitu pula bentuk kritik sastra yang menggunakan tradisi Oedipan, sesungguhnya dia berusaha menarik Gregor dalam skema Oedipan (normatif) yang justru tidak membawa Gregor dalam kebahagian.
Bacaan terkait

Mahasiswa Pascasarjana Sastra dan Kajian Budaya Universitas Airlangga Surabaya. Kontributor media Brikolase.