Brikolase.com – Kajian budaya (cultural studies) adalah bidang studi interdisipliner yang relatif baru dan berkembang di Inggris terutama setelah Perang Dunia II. Bidang ini muncul sebagai respons terhadap kebutuhan untuk meneliti budaya dari sudut pandang yang lebih inklusif.
Budaya dikaji dengan memasukkan perspektif dari bawah, yaitu praktik dan ritual budaya sehari-hari masyarakat biasa, atau kelompok-kelompok yang tidak termasuk dalam kelas sosial yang berkuasa seperti elit politik.
Kajian budaya dipelopori oleh tiga tokoh utama: Raymond Williams, Richard Hoggart, dan Stuart Hall. Williams, Hoggart, dan Hall berasal dari latar belakang sastra Inggris dan menganggap penting untuk memberikan label akademis pada jenis kajian yang mereka lakukan.
Raymond Williams, misalnya, terinspirasi oleh penulis seperti D.H. Lawrence dan Thomas Hardy yang mengangkat pengalaman komunitas pekerja tambang dan petani dalam menghadapi transisi dan penggusuran karena modernisasi kota.
Richard Hoggart, yang tumbuh di lingkungan kelas pekerja di Leeds, menulis buku klasik The Uses of Literacy (1957), yang sebagian merupakan ingatan pribadinya tentang kebiasaan, ritual, kehidupan sehari-hari masyarakat di lingkungannya dari kehidupan antarperang hingga pasca Perang Dunia II.
Hoggart mendokumentasikan bagaimana para wanita membersihakan tangga pintu rumahnya, bergosip di balik pagar sembari bercengkerama di tengah pekerjaan mencuci. Majalah wanita yang mereka baca turut membawa kegembiraan di tengah kondisi sulit. Hoggart hendak menunjukkan kekayaan budaya serta solidaritas mereka yang sering kali tidak muncul dalam sejarah resmi.
Baca juga: Siapakah Stuart Hall: Tokoh Pelopor Kajian Budaya
Sementara Stuart Hall, yang datang dari Jamaika ke Inggris pada tahun 1951 sebagai Rhodes Scholar, melanjutkan tradisi ini dengan fokus pada kehidupan sehari-hari kelas bawah.
Bangunan intelektualnya tumbuh di tengah atmosfer gerakan kampanye pelucutan senjata nuklir (CND Movement), kiri baru (new left) dan perjuangan melawan penjajahan di tahun 1960-an.
Di Universitas Birmingham, Hoggart mendirikan pusat studi bernama Centre for Contemporary Cultural Studies (CCCS) tahun 1964 dan jadi direktur pertama. Ia lalu menunjuk Stuart Hall jadi asistennya. Tahun 1971, Hall kemudian jadi direktur CCCS dan mengembangkan kajian budaya dengan memperluas cakupan meliputi orang-orang kulit hitam, etnis minoritas, subkultur anak-anak muda dan kelas pekerja perempuan yang suka menonton opera sabun di TV.
Hall menerjemahkan teori-teori Prancis dan Marxisme Italia untuk mengembangkan metodologi penelitian yang meliputi berbagai bentuk budaya populer. Kajian ini mengangkat topik-topik seperti subkultur punk dan kode-kode bahasa pers tabloid. Gaya analisis Hall berupaya membedah bagaimana kekuasaan bekerja dalam kehidupan sehari-hari yang kemudian membentuk “aliran Birmingham”.
Kajian budaya membawa pendekatan baru dalam dunia akademik dengan memberikan perhatian pada suara-suara dan aktivitas yang sebelumnya dianggap sebagai budaya “rendah” seperti budaya kelas pekerja, budaya populer, budaya massa atau kelompok marginal.
Kajian ini memiliki tujuan radikal, yaitu membangun pemahaman untuk suara-suara marginal dan aktivitas yang sering kali diabaikan. Kajian budaya berusaha untuk menghadirkan area-area kehidupan sehari-hari yang sebelumnya dianggap sebagai budaya “rendah” ke dalam dunia akademik.
Kini, kajian budaya mendapat tempat dalam perkembangan ilmu sosial, seni dan humaniora. Kajian budaya terus berfungsi sebagai alat penting dalam mengeksplorasi dan memahami dinamika kekuasaan, identitas, dan praktik budaya dalam konteks sosial yang lebih luas.***
Sumber
McRobbie, Angela, 2020, “What is Cultural Studies?”, The British Academy.
Bacaan terkait
Pemred Media Brikolase
Editor in chief
Email:
yongky@brikolase.com / yongky.g.prasisko@gmail.com