Kisah Eksperimen Manusia Gua Michel Siffre, Temukan Bidang Ilmu Kronobiologi

Brikolase.com – Pada tanggal 16 Juli 1962, seorang pria muda dengan semangat ilmiah yang tinggi memasuki sebuah gua es di Pegunungan Alpen Prancis.

Namanya Michel Siffre. Ia adalah seorang ahli geologi lulusan Sorbonne yang awalnya hanya ingin meneliti formasi glasial baru selama dua minggu.

Namun, tekad dan rasa ingin tahunya mendorongnya untuk menetap selama dua bulan penuh – dalam kegelapan total, tanpa jam, tanpa kalender, dan tanpa sinar matahari.

Ketika ia keluar dari gua 63 hari kemudian, mengenakan kacamata hitam untuk melindungi matanya dari cahaya yang begitu menyilaukan, dunia yang ia tinggalkan terasa asing.

Ia tidak tahu tanggal berapa, pikirannya terasa lambat, dan tubuhnya seperti boneka marionette yang kehilangan kendali.

Baca juga: Di Balik Tragedi Althusser Mengakhiri Hidup Istrinya, Helene Rytmann Jadi Simbol Pejuang Lawan Patriarki

Temuan Kronobiologi

“Kau harus mengerti, aku sebenarnya dilatih sebagai seorang ahli geologi, tanpa aku sadari, aku menciptakan bidang kronobiologi manusia,” kata Siffre kepada majalah Cabinet tahun 2008, dikutip dari laman IFLSCIENCE.

Ia hidup 130 meter di bawah tanah, dalam suhu beku dan kelembapan hampir 100 persen.

Tidak ada sinar alami, tidak ada jam, tidak ada rutinitas selain sinyal biologis tubuhnya sendiri. Makan, tidur, dan bangun ia lakukan sesuai nalurinya.

Satu-satunya kontak dengan dunia luar adalah lewat sambungan telepon ke tim peneliti di permukaan – namun mereka tidak pernah menyebutkan waktu.

Ia hanya melaporkan detak jantung dan aktivitasnya. Hari demi hari, pikirannya mulai terlepas dari konsep waktu konvensional.

Pada akhir eksperimen, Siffre menyadari bahwa persepsinya terhadap waktu telah berubah drastis.

Ia mengira hari saat ia keluar dari gua adalah 20 Agustus, padahal kenyataannya sudah 14 September. Ia kehilangan hitungan selama hampir sebulan.

ALSO READ  Ppalli-ppalli: Suksesnya Industrialisasi Korea Selatan Karena Budaya Buru-buru

Lebih mengejutkan lagi, eksperimennya menunjukkan bahwa tubuh manusia tidak berpatokan pada siklus 24 jam seperti yang selama ini dipercaya.

Ritme alami tubuh Siffre melambat menjadi 24,5 jam, dan bahkan mencapai 48 jam dalam eksperimen selanjutnya.

Ia bisa terjaga selama 36 jam dan tidur 12 jam, tanpa menyadari keanehan tersebut.

Dikutip dari laman New York Post, eksperimen keduanya pada 1972, di sebuah gua di Texas, memperlihatkan efek yang lebih ekstrem.

Ia tinggal di bawah tanah selama enam bulan, dengan fluktuasi siklus tidur yang makin liar, dari 26 jam, hingga 50 jam per hari.

Di hari ke-77, tangannya tak mampu lagi merangkai manik-manik karena kehilangan ketangkasan, dan pikirannya terasa seperti kabur.

Ia bahkan ingin bunuh diri namun mengurungkan niatnya karena tak ingin meninggalkan orang tuanya dengan banyak tagihan.

“Aku mengumpulkan dana sendiri, memilih sendiri waktu dua bulan, dan merancang protokol eksperimennya. (Ilmuwan lain) mengira aku sudah gila,” kata Siffre kepada New Scientist pada tahun 2018.

Banyak pihak awalnya mencibir eksperimen Siffre yang dianggap berbahaya, teatrikal, bahkan tak ilmiah.

Namun, justru dari pengorbanan itu, dunia mendapatkan pemahaman baru soal jam biologis manusia.

Penelitiannya kemudian dimanfaatkan oleh NASA, militer Prancis, dan ilmuwan di seluruh dunia.

Pengetahuan soal siklus tidur ini membantu program luar angkasa, pengaturan waktu kerja di kapal selam, hingga terapi jet lag dan studi kanker.

Pada eksperimen ketiganya di tahun 1999, di usia 60 tahun, Siffre kembali masuk ke dalam gua.

Ia keluar 76 hari kemudian, percaya bahwa baru 66 hari berlalu.

Sekalipun penglihatannya memburuk dan memorinya terganggu, ia menyadari satu hal: di dalam gelap, manusia bisa menemukan terang.

ALSO READ  Siapakah Stuart Hall? Tokoh Pelopor Kajian Budaya

Eksperimen Michel Siffre bukan hanya tentang waktu, tapi tentang keberanian manusia menantang batas kesadaran, demi membuka jendela baru bagi ilmu pengetahuan.

Dalam gelap, ia menemukan cahaya bukan di luar, tapi di dalam diri manusia itu sendiri.***