Brikolase.com – Chairul Tanjung, pemilik dan CEO CT Corp, membagikan pengalamannya di dunia industri kreatuf.
Pria yang akarab disapa Pak CT ini mengaku sulit melewati beberapa transformasi besar yang dialami industri media selama lebih dari dua dekade terakhir.
Chairul mengaku rugi di awal kala terjun di dunia industri media, meski kemudian bisa bangkit kembali.
Chairul memulai kisahnya dengan menyebut bahwa persiapan CT Corp di industri media, khususnya Transmedia, dimulai sejak tahun 2001, tetapi sebenarnya proses persiapan sudah dimulai sejak krisis tahun 1998.
“Sekarang ini, kalau 2001 sudah 23 tahun dan dengan tambah persiapannya mungkin sudah hampir 25 tahun. Jadi, ini prosesnya panjang,” ujarnya, dikutip dari kanal YouTube CXO Media.
Di masa-masa awal, industri media didominasi oleh televisi free to air (siaran televisi yang bisa dinikmati tanpa belangganan) yang menguasai hampir 90% pasar.
“Dulu, bisnis televisi itu very simple. Beli program dari production house, tayangkan di televisi, jual iklannya. That is a very simple business model,” jelasnya.
Namun, CT Corp tidak ingin mengikuti pola yang sama dengan stasiun televisi lainnya.
Baca juga: Cinema XXI Bukan Bisnis Bioskop, Cuan Utamanya Ternyata dari Segmen F&B
Chairul dan timnya mulai memproduksi konten mereka sendiri, meski pada awalnya penuh tantangan.
“In the beginning, berdarah-darah betul, karena biayanya lebih besar daripada pendapatannya,” kenang Chairul.
Namun, setelah sekitar empat tahun berjalan, ia mulai melihat hasil yang baik.
Salah satu contoh yang sukses adalah program Dunia Lain, yang meskipun biaya produksinya sangat murah, penjualannya bisa miliaran.
“Dunia Lain itu kan biaya produksinya murah luar biasa gitu. Dulu biaya produksinya mungkin 5 juta sampai 7,5 juta maksimum.
Itu sales-nya satu episode bisa pernah mencapai 1,2
miliar, zaman itu loh ya.
Industri kreatif itu unbelievable. Multiple-nya itu enggak bisa masuk akal,” tambahnya.
Menurut Chairul, industri televisi free to air menikmati masa kejayaan hingga sekitar tahun 2016.
Namun, ia menyadari bahwa era ini tidak akan berlangsung selamanya.
Pada tahun 2010, ia mengambil langkah besar dengan membeli detik.com seharga 60 juta dolar.
Banyak orang menganggapnya gila pada saat itu, karena digital belum dianggap sebagai masa depan.
“Kurang lebih 2010, saya membeli detik.com harganya waktu itu mahal 60 juta dolar.
Semua orang bilang saya ini orang gila, kenapa? ngapain beli detik.com
seharga seperti itu?
6 juta dolar waktu itu tapi rupiahnya waktu itu masih
8.000 ya jadi sekitar 500 miliar rupiah.
Ada orang juga berpikir kalau invest bikin (situs) .com sendiri mungkin ya 5 miliar cukuplah gitu loh,
udah hebat luar biasa.
Nah tapi tidak ada yang menyangka 10 tahun kemudian ternyata terjadi revolusioner namanya di digitalisasi ya.
Jadi ini yang namanya buy the future with the present value,” kata Chairul.
Melalui langkah-langkah strategis tersebut, CT Corp berhasil memasuki era baru dalam media digital dan gaya hidup.
Chairul juga menekankan pentingnya kreativitas dan inovasi dalam menghadapi transformasi ini.
“Transformasi di bidang media ini adalah transformasi yang luar biasa dan ini berbasis kepada creativity dan innovation,” imbuhnya.***

Pemred Media Brikolase
Editor in chief
Email:
yongky@brikolase.com / yongky.g.prasisko@gmail.com