Brikolase.com – Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering bertemu dengan orang-orang yang merasa bahwa pekerjaan mereka tidak memiliki tujuan yang jelas atau tidak memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Bayangkan harus bangun pagi lima hari dalam seminggu untuk melakukan pekerjaan yang secara diam-diam kita yakini tidak perlu dilakukan pekerjaan yang hanya membuang waktu dan sumber daya, atau bahkan memperburuk keadaan dunia.
Apa Itu Pekerjaan Muspro?
Konsep pekerjaan muspro pertama kali diperkenalkan oleh antropolog David Graeber dalam bukunya Bulshit Jobs.
Ia mendefinisikan pekerjaan muspro sebagai bentuk pekerjaan yang tidak memiliki tujuan yang jelas, tidak diperlukan, atau bahkan merugikan, tetapi tetap harus dilakukan karena tuntutan sistem.
Baca juga: Apa itu Teori Kuda Mati? Proyek Gagal yang Terus Dipertahankan, Ini Cara Mengatasinya
Menurut Matt Swain, ironisnya, pekerjaan ini sering kali menawarkan gaji tinggi dan kondisi kerja yang nyaman, meskipun para pekerjanya merasa tidak ada pencapaian berarti dari pekerjaan tersebut.
Pekerjaan muspro berkembang pesat seiring dengan meningkatnya sektor administratif di berbagai industri.
Alih-alih memanfaatkan teknologi untuk mengurangi beban kerja manusia, banyak organisasi justru menciptakan lapangan pekerjaan baru yang pada dasarnya tidak terlalu dibutuhkan.
Fenomena ini bertentangan dengan logika kapitalisme, di mana perusahaan seharusnya menghindari pengeluaran yang tidak perlu.
Jenis-jenis Pekerjaan Muspro
Graeber mengklasifikasikan pekerjaan muspro ke dalam lima kategori utama, yaitu:
1. Flunky (Penggembira)
Pekerjaan ini ada hanya untuk membuat orang lain terlihat lebih penting.
Misalnya, sebuah perusahaan besar memiliki resepsionis hanya karena perusahaan lain juga memilikinya, meskipun sebenarnya tidak ada pekerjaan yang perlu dilakukan.
2. Goons (Agresor Bayaran)
Pekerjaan ini melibatkan unsur agresi atau manipulasi, tetapi hanya ada karena pihak lain juga mempekerjakannya.
Contohnya adalah lobi politik, hubungan masyarakat (PR), telemarketing, dan pengacara korporat yang tugasnya lebih banyak membela kepentingan perusahaan daripada mencari keadilan.
3. Duct Tapers (Penambal Kebocoran)
Ini adalah pekerjaan yang muncul akibat kesalahan sistem yang tidak pernah diperbaiki.
Contohnya adalah pekerja yang bertugas menangani proses manual yang seharusnya bisa diotomatisasi, tetapi dibiarkan tetap ada demi mempertahankan jumlah pegawai.
4. Box Tickers (Pengecek Formalitas)
Orang-orang dalam kategori ini bekerja hanya untuk memenuhi persyaratan administrasi yang sebenarnya tidak memiliki dampak nyata.
Contohnya adalah pegawai yang harus membuat laporan yang tidak akan pernah dibaca, hanya agar perusahaan dapat mengklaim telah melakukan suatu tindakan.
5. Taskmasters (Pengawas Pekerjaan Muspro)
Kategori ini terbagi menjadi dua jenis. Pertama, mereka yang hanya bertugas membagikan pekerjaan kepada orang lain, meskipun sebenarnya bawahannya bisa bekerja sendiri tanpa pengawasan.
Kedua, mereka yang menciptakan tugas-tugas tidak penting atau bahkan merekrut lebih banyak pekerja muspro, sehingga memperburuk siklus pekerjaan yang tidak berarti.
Meskipun pekerjaan muspro sering kali menawarkan gaji tinggi, banyak pekerjanya justru merasa frustrasi dan tidak memiliki tujuan hidup.
Mereka sadar bahwa pekerjaan mereka tidak berkontribusi pada masyarakat, tetapi tetap harus menjalankannya demi mendapatkan penghasilan.
Akibatnya, banyak orang mengalami tekanan mental, kehilangan motivasi, dan merasa hidup mereka tidak memiliki makna.
Fenomena ini juga menciptakan ketimpangan sosial yang aneh. Pekerjaan yang benar-benar berguna bagi masyarakat, seperti guru, pekerja sosial, atau petugas medis, justru sering dibayar rendah, sementara pekerjaan yang tidak memiliki dampak nyata dihargai lebih tinggi.
Pekerjaan muspro mencerminkan realitas ekonomi dan sosial yang paradoksal. Banyak perusahaan dan institusi menciptakan pekerjaan yang tidak perlu demi menjaga sistem tetap berjalan, alih-alih mengurangi beban kerja manusia.
Ini menunjukkan bahwa masyarakat modern bukan hanya mengagungkan kerja keras, tetapi juga memandang pekerjaan sebagai identitas dan nilai diri, terlepas dari apakah pekerjaan itu benar-benar bermanfaat atau tidak.
Jika lebih dari separuh pekerjaan di dunia ini masuk dalam kategori muspro, mungkin sudah waktunya kita mempertanyakan kembali sistem ekonomi dan nilai-nilai yang kita anut dalam dunia kerja.***

Pemred Media Brikolase
Editor in chief
Email:
yongky@brikolase.com / yongky.g.prasisko@gmail.com